Seusai Mimpi Itu, Rabiah Selalu Terjaga


Suatu kali dalam masa-masa keudzurannya, Rabi'ah Al Adawiyyah, seorang sufi kenamaan tak lagi kuat berlama-lama melaksanakan shalat tahajjud. Adakalanya iapun melewatkan shalat malam karena keudzurannya. Demi mengganti pahala shalat malamnya, ia menamatkan satu juz Qur'an sebelum tidur. Karena, menurut hemat Rabi'ah, pahala membaca satu juz Al Qur'an sama dengan melakukan shalat sepanjang malam.
Lama Rabi'ah melaksanakan kebiasaan itu. Sampai suatu malam, Rabi'ah bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, ia seolah-olah berada diantara taman yang luas, teramat luas, dengan pepohonan hijau yang asri tumbuh disekelilingnya. Diatas tanah yang subur itu, Rabi'ah menyaksikan, sebuah Istana megah berdiri diantara hamparan hijau dan bunga-bunga aneka warna.
Ketika ia sedang asyik menikmati pemandangan sekitar, tiba-tiba Rabi'ah melihat seorang anak kecil tengah mengejar burung hijau yang terbang diatas kepala, sambil berteriak-teriak alangkah gembiranya.
Rabi'ah lalu menegur anak itu, "Untuk apa engkau tangkap burung itu? Demi Allah, aku belum pernah melihat burung secantik itu. Biarkan ia terbang kemana ia suka."
"Ya. Benar juga kata-kata ibu,"jawab gadis cilik itu.
Gadis cilik itu lalu datang menghampiri Rabi'ah dan menggamit tangannya. Penuh keceriaan, Rabi'ah dan gadis cilik itu berjalan mengitari halaman, sehingga mereka sampai di pintu istana yang alangkah megah, kukuh dan cantiknya. Sambil mengetuk pintu, anak itu berkata: "Tolong bukakan pintu untuk kami!"
Pintu istana itu lalu terkuak lebar. Dari dalam pintu itu terpancar cahaya yang amat terang, sehingga menerangi sekeliling kami.
"Masuklah, Bu. Mari ikut sini." Anak itu menggamit lengan Rabi'ah, dan Rabi'ahpun mengikuti gadis cilik itu.
Benar dugaan Rabi'ah, dalam istana itu disaksikannya benda-benda serba indah, dengan bangunan dan tempat-tempat cengkerama yang begitu tertata, mewah dan asri.
Bersama anak itu, Rabi'ah kembali mengelilingi ruangan istana dan tak habis-habis dari mengaguminya. Sedang asyiknya Rabi'ah mengamati keadaan sekeliling, dengan tiba-tiba pintu yang menjurus kearah taman terbuka. Lagi-lagi gadis kecil itu mengajaknya, untuk kembali berhandai-handai di keluasan taman istana.
Dalam kursi-kursi berukir emas yang tersedia didalam taman, tampak para pelayan yang wajahnya cantik mempesona, tak ada bandingannya diantara wanita yang tinggal di muka bumi. Mereka cantik seperti mutiara berseri-seri, seperti hendak bepergian, sedang di tangan mereka tergenggam berbotol-botol wewangian.
Gadis kecil itu bertanya kepada mereka, "Bibi-bibi ini hendak pergi ke mana?"
Salah seorang dari pelayan istana itu menjawab : "Kami hendak pergi menemui seseorang yang terbunuh dalam pertempuran laut. Orang itu telah mati dalam keadaan syahid.
Anak itu lalu bertanya lagi : "Tidakkah kalian ingin memberi wewangian kepada perempuan ini?",seraya menunjuk ke arah Rabi'ah.
"Ia sudah mendapat wewangian, tetapi ia sendiri yang tidak mau memakainya," ujar pelayan istana bermata jeli yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
Sejurus kemudian gadis kecil itu melepaskan genggaman tangannya dari Rabi'ah. Dan seketika itu, Rabi'ahpun terjaga dari tidur malamnya.
Sambil menopang tubuh rentanya, kulit tipisnya yang sudah tak kuat menahan dingin malam itu, Rabi'ah pergi mengambil air wudlu. Berkali-kali Rabi'ah melafadzkan istighfar dan kemudian menunaikan shalat malam dalam suasana hati penuh sesal dan haru. Hingga akhir hayatnya Rabi'ah Al Adawiyyah menyesali, bahwasanya ia pernah melalaikan shalat malam. Maka semenjak mimpinya itu Rabi'ahpun selalu terjaga dan beribadah di tengah malam.

mimpi Rabiah Al Adawiyah



Rabi'ah al Adawiah. Kita tak asing lagi dengan wanita ini, tentunya. Dia adalah seorang penyair sufi wanita dari Basrah yang begitu sangat cintanya kepada Allah. Syairnya yang sangat terkenal adalah dialognya kepada Allah ..
"Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu."
Rabi'ah adalah contoh seorang hamba dengan totalitas penyerahan yang bulat kepada sang Khalik, penciptanya. Segenap geraknya, tarikan nafasnya merupakan gambaran penyerahan itu. Ia berkata dalam sajaknya:
     Ketika kudengar suara azan
     Yang kudengar hanyalah panggilan kiamat
     Ketika kulihat salju
     Yang kuingat ialah bulu beterbangan
     Ketika kulihat belalang
     Yang teringat hanyalah hari perhitungan

Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi kata-kata ini dalam sholatnya:
“Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.”

Ia meninggal pada tahun 135 Hijriah dalam usia 80 tahun. Semoga Allah membalas cintanya dengan cinta Allah sang pemilik cinta yang sebenarnya.
Berikut ini adalah sebuah artikel yang saya petik dari cybermq.com sebuah cerita tentang mimpi seorang Rabi'ah. Mudah-mudahan menjadi sumber inspirasi bagi kita....Amien.

Rabi'ah Al-Adawiah Mengenal Allah dengan Cinta




Suatu ketika, Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya. Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang ayahnya seraya berkata, “Ayah, yang haram selamanya tak akan menjadi halal. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada kami.”

Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum, si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah menjawab: “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.”
Ayahnya tentu saja sangat heran mendengar jawaban Rabi’ah, karena jawaban seperti itu hanya didengarnya di majelis-majelis yang dihadiri oleh para sufi atau orang-orang saleh. Tidak terpikir oleh ayahnya, bahwa Rabi’ah yang masih muda itu telah memperlihatkan kematangan pikiran dan memiliki akhlak yang tinggi (Abdul Mu’in Qandil).Penggalan kisah di atas sebenarnya hanya sebagian saja dari kemuliaan akhlak Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi wanita yang nama dan ajaran-ajarannya telah memberi inspirasi bagi para pecinta Ilahi.
Rabi’ah adalah seorang sufi legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di dunia sufi maupun akademisi. Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi).
Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.Sepanjang sejarahnya, konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah ini telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan.
Sebab, konsep dan ajaran Cinta Rabi’ah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar Cinta itu sendiri. Bahkan, menurut kaum sufi, Mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (stasiun, atau jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.
Rabi’ah telah mencapai puncak dari maqam itu, yakni Mahabbahtullah. Untuk menjelaskan bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Allah, tampaknya agak sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun simbol-simbol.
Para sufi sendiri berbeda-beda pendapat untuk mendefinisikan Cinta Ilahi ini. Sebab, pendefinisian Cinta Ilahi lebih didasarkan kepada perbedaan pengalaman spiritual yang dialami oleh para sufi dalam menempuh perjalanan ruhaninya kepada Sang Khalik. Cinta Rabi’ah adalah Cinta spiritual (Cinta qudus), bukan Cinta al-hubb al-hawa (cinta nafsu) atau Cinta yang lain.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H) membagi Cinta menjadi empat bagian.Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah. Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.
Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya. Sebuah sya’ir mengatakan:Aku cemburu kepada-Nya,Karena aku Cinta kepada-Nya,
Setelah itu aku teringat akan kadar Cintaku,Akhirnya aku dapat mengendalikan cemburukuOleh karena itu, setiap Cinta yang bukan karena Allah adalah bathil. Dan setiap amalan yang tidak dimaksudkan karena Allah adalah bathil pula. Maka dunia itu terkutuk dan apa yang ada di dalamnya juga terkutuk, kecuali untuk Allah dan Rasul-Nya

Rabiah Al Adawiyah

Tuhanku..


kalau aku mengabdi kepada-Mu karena takut akan api neraka,.... masukanlah aku ke dalam neraka itu ... dan besarkanlah tubuhku dalam neraka itu, hingga tidak ada tempat lagi di neraka itu buat hamba-hamba-Mu yang lain.

Dan jika aku menyembah-Mu karena berharap mendapatkan syurga, berikan syurga itu kepada hamba-hamba-Mu yang lain, sebab bagiku Engkau saja sudah cukup.

Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka berilah aku kesempatan untuk melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.

dunia dan akhirat




1.      MUKADDIMAH
Tak diragukan lagi bahwa siapapun ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini mendambakan ketenangan kedamaian kerukunan dan kesejahteraan. Namun di manakah sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya menurut ajaran Islam hanya iman yg disertai dgn amal shaleh yg dapat menghantarkan kita baik sebagai individu maupun masyarakat ke arah itu.
Barangsiapa yg mengerjakan amal shaleh baik laki-laki-laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yg baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dgn pahala yg lbh baik dari apa yg telah mereka kerjakan.” .
Dengan iman umat Islam generasi pendahulu mencapai kejayaan berhasil merubah keadaan duni dari kegelapan menjadi terang benderang. Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Para umara’ melaksanakan perintah Allah para ulama beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan rakyat saling tolong-menolong atas kebajikan dan kebaikan. Kalimatul Haq mereka junjung tinggi tiada yg mengikat antar mereka selain tali persaudaraan iman.
Namun setelah redup cahaya iman di hati kita lenyaplah nilai-nilai kebaikan diantara kita. Masyarakat kita pun menjadi masyarakat yg penuh dgn kebohongan kesombongan kekerasan individualisme keserakahan kerusakan moral dan kemungkaran.
Yang demikian itu adl krn sesungguhnya Allah sekali-kali tidak merubah sesuatu ni’mat yg telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum sehingga kaum itu merubah apa yg ada pada diri mereka sendiri?..” .
Maka apabila kita ingin mencapai apa yg telah dicapai para salaf apabila kita ingin mewujudkan apa yg telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada para hambaNya yg beriman maka hendaklah kita memperbaharui iman dan melaksanakan apa yg menjadi konsekwensinya.
Dengan memohon ma’unah Allah makalah singkat ini mencoba menjelaskan beberapa hal yg berkaitan dgn topik tersebut di atas.
2.      PENGERTIAN IMAN
Iman secara etimologis berasal dari kata aamana - yu’minu berarti tasdiq yaitu membenarkan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah “Membenarkan dgn hati diucapkan dgn lisan dan dibuktikan dgn amal perbuatan.”
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dgn “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah .
Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab demikian “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa sunnatun.” Artinya Ucapan yg disertai dgn perbuatan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn Sunnah. Kata beliau selanjutnya “Sebab iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adl kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adl nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi dgn sunnah adl bid’ah.
Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dgn lisan dan bukan sekedar amal perbuatan saja tapi hati dan jiwa kosong. Imam Hasan Basri mengatakan “Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi dgn ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yg terpatri dalam hati dan dibuktikan dgn amal perbuatan. bagian 1 hal. 18}.
3.      POSISI DAN KEDUDUKAN IMAN DALAM DIENUL ISLAM
Iman dalam Dienul Islam menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adl asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatanmanusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya.
Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yg artinya
Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yg beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yg artinya
Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dgn sungguh-sungguh sedang ia adl mu’min maka mereka itu adl orang-orang yg usahanya dibalasi dgn baik.”

Disebutkan dalam hadits dari Al-Bara’ ibn ‘Azib Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada seorang kafir datang dgn bertopeng sambil membawa sepotong besi kemudian memohon kepada Rasulullah SAW agar diperkenankan pergi bersama kaum Muslimin untuk ikut berperang. Maka beliau bersabda kepadanya
Masuklah Islam kemudian pergilah berperang!” Lalu iapun masuk Islam dan ikut pergi berperang sehingga terbunuh. Nabi SAW bersabda “Dia beramal sedikit tetapi dibalas dengan pahala yg banyak.” .

Disebutkannya iman dalam Al-Qur’an lbh dari 840 kali1 tiada lain menunjukkan posisi dan kedudukannya dalam Islam menurut Allah SWT.
4.      KORELASI ANTARA IMAN DAN ISLAM
Iman dan Islam adl dua sejoli yg tidak boleh dipisahkan. Kedua-duanya ibarat dua sisi uang logam. Tidak ada Iman tanpa Islam dan tidak ada Islam tanpa Iman. Tetapi dgn demikian bukan berarti Islam itu adl Iman dan Iman adl Islam.
Iman apabila disebutkan bersama-sama dgn Islam maka menunjukkan kepada hal-hal batiniah; seperti Iman kepada Allah SWT iman kepada Malaikat iman kepada hari akhir dan seterusnya. Dan Islam apabila disebutkan bersama-sama dgn Iman maka menunjukkan kepada hal-hal lahiriah; seperti Syahadat shalat puasa dan seterusnya. Dasarnya Al-Hujurat 14; Hadits Jibril riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Namun Iman apabila disebutkan tersendiri tanpa dgn Islam maka mencakup pengertian Islam dan tidak terlepas darinya; krn iman menurut definisinya adalah Keyakinan ucapan dan perbuatan. Demikian pula Islam apabila disebutkan tersendiri tanpa dgn Iman maka mencakup pengertian Iman dan tidak boleh dipisahkan darinya. Karena Islam pada hakekatnya yaitu Berserah diri lahir dan batin kepada Allah SWT dgn mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dasarnya Al-Anfal 2 - 3 Al-Mu’minun 1 - 9 dan Al-Imran 19 85.
5.      KONSEKWENSI DAN CIRI-CIRI IMAN
Segala pengakuan ada konsekwensinya dan mempunyai ciri-ciri yg menunjukkan kebenarannya. Demikian pula iman. Adapun konsekwensi dan ciri-cirinya antara lain
a.       Mempercayai segala yg datang dari Allah SWT dgn yakin tanpa ragu-ragu lagi.
b.      Mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melebihi dari yg lain.
c.       Patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
d.      Senantiasa berhukum kepada syariat-Nya.
e.       Amar Ma’ruf - Nahi Munkar.
f.       Berda’wah dan Jihad di jalan Allah SWT.
g.      Walaa’ kepada kaum Mu’minin dan Baraa’ terhadap orang-orang kafir.
h.      Ridha kepada segala takdir-Nya.

Bersambung…

fatihah 1-7








بِسْÙ…ِ اللَّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيم
الْØ­َÙ…ْدُ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ رَبِّ الْعَالَÙ…ِين
الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِيمِ                         
Ù…َالِÙƒِ ÙŠَÙˆْÙ…ِ الدِّينِ                 
Ø¥ِÙŠَّاكَ Ù†َعْبُدُ ÙˆَØ¥ِÙŠَّاكَ Ù†َسْتَعِين
اهْدِÙ†َا الصِّرَاطَ الْÙ…ُسْتَÙ‚ِيم
صِرَاطَ الَّØ°ِينَ Ø£َÙ†ْعَÙ…ْتَ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ْ غَÙŠْرِ الْÙ…َغْضُوبِ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِÙ…ْ Ùˆَلا الضَّالِّينَ 

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7].
6. Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
[9] Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

SECONDHAND SERENADE

Awake - Secondhand Serenade

with every appearance by you, blinding my eyes,
i can hardly remember the last time i felt like i do.
you're an angel disguised.
and you're lying real still,

but your heart beat is fast just like mine.
and the movie's long over,
that's three that have passed, one more's fine.
will you stay awake for me?

i don't wanna miss anything
i don't wanna miss anything
i will share the air i breathe,
i'll give you my heart on a string,

i just don't wanna miss anything.
i'm trying real hard not to shake. i'm biting my tongue,
but i'm feeling alive and with every breathe that i take,
i feel like i've won. you're my key to survival.

and if it's a hero you want,
i can save you. just stay here.
your whispers are priceless.
your breathe, it is dear. so please stay near.

will you stay awake for me?
i don't wanna miss anything
i don't wanna miss anything
i will share the air i breathe,

i'll give you my heart on a string,
i just don't wanna miss anything.
say my name. i just want to hear you.
say my name. so i know it's true.

you're changing me. you're changing me.
you showed me how to live.
so just say. so just say,
that you'll stay awake for me.

i don't wanna miss anything.
i don't wanna miss anything.
i will share the air i breathe,
i'll give you my heart on a string,

i just don't wanna miss anything

FUNGSI BIMBINGAN KONSELING

Fungsi Bimbingan dan Konseling adalah :
1.      Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.      Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
3.      Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
4.      Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
5.      Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
6.      Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
7.      Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
8.      Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
9.      Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
10.  Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
11.  Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fundasi atau landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/Madrasah maupun di luar Sekolah/Madrasah. Prinsip-prinsip itu adalah:
1.      Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2.      Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3.      Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4.      Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala Sekolah/Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja sebagai teamwork.
5.      Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan konseling.Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
6.      Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan) Kehidupan.Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Keterlaksanaan dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut.
1.      Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.      Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3.      Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4.      Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5.      Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6.      Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7.      Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.      Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9.      Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan konseli (konseli) memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma tersebut.
10.  Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.  Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
DAFTAR RUJUKAN
AACE. (2003). Competencies in Assessment and Evaluation for School Counselor. http://aace.ncat.edu
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor.Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2005). Standar Kompetensi Konselor Indonesia.Bandung: ABKIN
Bandura, A. (Ed.). (1995). Self-Efficacy in Changing Soceties. Cambridge, UK: Cambridge University Press.
BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Balitbang Diknas. (2006). Panduan Pengembangan Diri: Pedoman untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Draft. Jakarta: BSNP dan PUSBANGKURANDIK, Depsiknas.
Cobia, Debra C. & Henderson, Donna A. (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey, Merrill Prentice Hall
Corey, G. (2001). The Art of Integrative Counseling. Belomont, CA: Brooks/Cole.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi. (2003). Dasar Standardisasi Profesionalisasi Konselor. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kepen-didikan dan Ketenagaan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Engels, D.W dan J.D. Dameron, (Eds). (2005). The Professional Counselor Competencies: Performance Guidelines and Assessment. Alexandria, VA: AACD.
Browers, Judy L. & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model for School Counseling Programs.ASCA (American School Counselor Association).
Comm, J.Nancy. (1992). Adolescence. California : Myfield Publishing Company.
Depdiknas. (2003). Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Puskur Balitbang.
Depdiknas, (2005), Permen RI nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Depdiknas, 2006), Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang Standar Isi,
Depdiknas, (2006), Permendiknas no 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan SI dan SKL,
Ellis, T.I. (1990). The Missouri Comprehensive Guidance Model. Columbia: The Educational Resources Information Center.
Gibson R.L. & Mitchel M.H. (1986). Introduction to Counseling and Guidance. New York : MacMillan Publishing Company.
Havighurts, R.J. (1953). Development Taks and Education. New York: David Mckay.
Herr Edwin L. (1979). Guidance and Counseling in the Schools. Houston : Shell Com.
Hurlock, Alizabeth B. (1956). Child Development. New York : McGraw Hill Book Company Inc.
Ketetapan Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia Nomor 01/Peng/PB-ABKIN/2007 bahwa Tenaga Profesional yang melaksanakan pelayanan professional Bimbingan dan Konseling disebut Konselor dan minimal berkualifikasi S1 Bimbingan dan Konseling.
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Menteri Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Michigan School Counselor Association. (2005). The Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995). Guidance and Counseling in The Elementary and Middle Schools. Madison : Brown & Benchmark.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pikunas, Lustin. (1976). Human Development. Tokyo : McGraw-Hill Kogakusha,Ltd.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. (2003). Panduan Pelayanan Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Sunaryo Kartadinata, dkk. (2003). Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan Peserta didik dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pelayanan dan Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasahdrasah (Laporan Riset Unggulan Terpadu VIII). Jakarta : Kementrian Riset dan Teknologi RI, LIPI.
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah. Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Stoner, James A. (1987). Management. London : Prentice-Hall International Inc.
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Guru dan Dosen
Wagner William G. (1996). “Optimal Development in Adolescence : What Is It and How Can It be Encouraged”? The Counseling Psychologist. Vol 24 No. 3 July’96.
Woolfolk, Anita E. 1995. Educational Psychology. Boston : Allyn & Bacon.
*)) Materi di atas merupakan salah satu bagian dari makalah yang disajikan oleh Dr. Uman Suherman, M.Pd. pada acara seminar sehari Bimbingan dan Konseling yang diselenggarakan oleh Universitas Kuningan bekerja sama dengan ABKIN Cabang Kabupaten Kuningan pada tanggal 11 Maret 2008 bertempat di Aula Student Center UNIKU


Powered by Blogger