Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya





Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya:
"Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu'. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q. S. Ali Imran: 31)
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari)

Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Menta'ati apa yang beliau perintahkan dan meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk, perintah dan sunnah-sunnah beliau.
Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam melebihi kecintaannya terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri, anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya.
Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, "Apakah anda mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam ?" Ia akan menjawab, "Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk beliau." Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, "Kenapa anda tidak meninggalkan kebiasaan yang dibenci Rasulullah SAW dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?"
Dia akan menjawab "Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya baik."Kita mengatakan padanya,"Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik dalam penampilan, akhlak maupun keta'atanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata." Sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Suatu contoh, seorang alim bersilaturrahim kepada seorang yang kelihatan shaleh tetapi masih suka memasang gambar-gambart binatang. Orang itu lalu mengingatkannya dengan larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, "Ini gambar yang idah dan menarik."
Suatu hal yang mengherankan, seorang yang kelihatan shaleh dan merasa mencintai Rasulullah SAW tetapi masih senang dengan kesukaan yang kelihatan ringan tetapi termasuk dalam hal yang dilarang.
Dalam hati penulis berkomentar, "Orang tersebut mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan masuk dalam kecintaannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam akan rela dengan perbuatan tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam berada di bawah perlindungan Allah semata."
Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta, berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak dengan berbagai macam bid'ah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syari'at Islam. Tetapi, kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya, berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya.
Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini. "Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta'atinya.
Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta'at setia."

Sumber: Disadur dari JALAN GOLONGAN YANG SELAMAT, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Seusai Mimpi Itu, Rabiah Selalu Terjaga


Suatu kali dalam masa-masa keudzurannya, Rabi'ah Al Adawiyyah, seorang sufi kenamaan tak lagi kuat berlama-lama melaksanakan shalat tahajjud. Adakalanya iapun melewatkan shalat malam karena keudzurannya. Demi mengganti pahala shalat malamnya, ia menamatkan satu juz Qur'an sebelum tidur. Karena, menurut hemat Rabi'ah, pahala membaca satu juz Al Qur'an sama dengan melakukan shalat sepanjang malam.
Lama Rabi'ah melaksanakan kebiasaan itu. Sampai suatu malam, Rabi'ah bermimpi dalam tidurnya. Dalam mimpinya itu, ia seolah-olah berada diantara taman yang luas, teramat luas, dengan pepohonan hijau yang asri tumbuh disekelilingnya. Diatas tanah yang subur itu, Rabi'ah menyaksikan, sebuah Istana megah berdiri diantara hamparan hijau dan bunga-bunga aneka warna.
Ketika ia sedang asyik menikmati pemandangan sekitar, tiba-tiba Rabi'ah melihat seorang anak kecil tengah mengejar burung hijau yang terbang diatas kepala, sambil berteriak-teriak alangkah gembiranya.
Rabi'ah lalu menegur anak itu, "Untuk apa engkau tangkap burung itu? Demi Allah, aku belum pernah melihat burung secantik itu. Biarkan ia terbang kemana ia suka."
"Ya. Benar juga kata-kata ibu,"jawab gadis cilik itu.
Gadis cilik itu lalu datang menghampiri Rabi'ah dan menggamit tangannya. Penuh keceriaan, Rabi'ah dan gadis cilik itu berjalan mengitari halaman, sehingga mereka sampai di pintu istana yang alangkah megah, kukuh dan cantiknya. Sambil mengetuk pintu, anak itu berkata: "Tolong bukakan pintu untuk kami!"
Pintu istana itu lalu terkuak lebar. Dari dalam pintu itu terpancar cahaya yang amat terang, sehingga menerangi sekeliling kami.
"Masuklah, Bu. Mari ikut sini." Anak itu menggamit lengan Rabi'ah, dan Rabi'ahpun mengikuti gadis cilik itu.
Benar dugaan Rabi'ah, dalam istana itu disaksikannya benda-benda serba indah, dengan bangunan dan tempat-tempat cengkerama yang begitu tertata, mewah dan asri.
Bersama anak itu, Rabi'ah kembali mengelilingi ruangan istana dan tak habis-habis dari mengaguminya. Sedang asyiknya Rabi'ah mengamati keadaan sekeliling, dengan tiba-tiba pintu yang menjurus kearah taman terbuka. Lagi-lagi gadis kecil itu mengajaknya, untuk kembali berhandai-handai di keluasan taman istana.
Dalam kursi-kursi berukir emas yang tersedia didalam taman, tampak para pelayan yang wajahnya cantik mempesona, tak ada bandingannya diantara wanita yang tinggal di muka bumi. Mereka cantik seperti mutiara berseri-seri, seperti hendak bepergian, sedang di tangan mereka tergenggam berbotol-botol wewangian.
Gadis kecil itu bertanya kepada mereka, "Bibi-bibi ini hendak pergi ke mana?"
Salah seorang dari pelayan istana itu menjawab : "Kami hendak pergi menemui seseorang yang terbunuh dalam pertempuran laut. Orang itu telah mati dalam keadaan syahid.
Anak itu lalu bertanya lagi : "Tidakkah kalian ingin memberi wewangian kepada perempuan ini?",seraya menunjuk ke arah Rabi'ah.
"Ia sudah mendapat wewangian, tetapi ia sendiri yang tidak mau memakainya," ujar pelayan istana bermata jeli yang sudah bersiap-siap untuk pergi.
Sejurus kemudian gadis kecil itu melepaskan genggaman tangannya dari Rabi'ah. Dan seketika itu, Rabi'ahpun terjaga dari tidur malamnya.
Sambil menopang tubuh rentanya, kulit tipisnya yang sudah tak kuat menahan dingin malam itu, Rabi'ah pergi mengambil air wudlu. Berkali-kali Rabi'ah melafadzkan istighfar dan kemudian menunaikan shalat malam dalam suasana hati penuh sesal dan haru. Hingga akhir hayatnya Rabi'ah Al Adawiyyah menyesali, bahwasanya ia pernah melalaikan shalat malam. Maka semenjak mimpinya itu Rabi'ahpun selalu terjaga dan beribadah di tengah malam.

mimpi Rabiah Al Adawiyah



Rabi'ah al Adawiah. Kita tak asing lagi dengan wanita ini, tentunya. Dia adalah seorang penyair sufi wanita dari Basrah yang begitu sangat cintanya kepada Allah. Syairnya yang sangat terkenal adalah dialognya kepada Allah ..
"Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu."
Rabi'ah adalah contoh seorang hamba dengan totalitas penyerahan yang bulat kepada sang Khalik, penciptanya. Segenap geraknya, tarikan nafasnya merupakan gambaran penyerahan itu. Ia berkata dalam sajaknya:
     Ketika kudengar suara azan
     Yang kudengar hanyalah panggilan kiamat
     Ketika kulihat salju
     Yang kuingat ialah bulu beterbangan
     Ketika kulihat belalang
     Yang teringat hanyalah hari perhitungan

Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi kata-kata ini dalam sholatnya:
“Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.”

Ia meninggal pada tahun 135 Hijriah dalam usia 80 tahun. Semoga Allah membalas cintanya dengan cinta Allah sang pemilik cinta yang sebenarnya.
Berikut ini adalah sebuah artikel yang saya petik dari cybermq.com sebuah cerita tentang mimpi seorang Rabi'ah. Mudah-mudahan menjadi sumber inspirasi bagi kita....Amien.

Rabi'ah Al-Adawiah Mengenal Allah dengan Cinta




Suatu ketika, Rabiah al-Adawiyah makan bersama dengan keluarganya. Sebelum menyantap hidangan makanan yang tersedia, Rabi’ah memandang ayahnya seraya berkata, “Ayah, yang haram selamanya tak akan menjadi halal. Apalagi karena ayah merasa berkewajiban memberi nafkah kepada kami.”

Ayah dan ibunya terperanjat mendengar kata-kata Rabi’ah. Makanan yang sudah di mulut akhirnya tak jadi dimakan. Ia pandang Rabi’ah dengan pancaran sinar mata yang lembut, penuh kasih. Sambil tersenyum, si ayah lalu berkata, “Rabi’ah, bagaimana pendapatmu, jika tidak ada lagi yang bisa kita peroleh kecuali barang yang haram?” Rabi’ah menjawab: “Biar saja kita menahan lapar di dunia, ini lebih baik daripada kita menahannya kelak di akhirat dalam api neraka.”
Ayahnya tentu saja sangat heran mendengar jawaban Rabi’ah, karena jawaban seperti itu hanya didengarnya di majelis-majelis yang dihadiri oleh para sufi atau orang-orang saleh. Tidak terpikir oleh ayahnya, bahwa Rabi’ah yang masih muda itu telah memperlihatkan kematangan pikiran dan memiliki akhlak yang tinggi (Abdul Mu’in Qandil).Penggalan kisah di atas sebenarnya hanya sebagian saja dari kemuliaan akhlak Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi wanita yang nama dan ajaran-ajarannya telah memberi inspirasi bagi para pecinta Ilahi.
Rabi’ah adalah seorang sufi legendaries. Sejarah hidupnya banyak diungkap oleh berbagai kalangan, baik di dunia sufi maupun akademisi. Rabi’ah adalah sufi pertama yang memperkenalkan ajaran Mahabbah (Cinta) Ilahi, sebuah jenjang (maqam) atau tingkatan yang dilalui oleh seorang salik (penempuh jalan Ilahi).
Selain Rabi’ah al-Adawiyah, sufi lain yang memperkenalkan ajaran mahabbah adalah Maulana Jalaluddin Rumi, sufi penyair yang lahir di Persia tahun 604 H/1207 M dan wafat tahun 672 H/1273 M. Jalaluddin Rumi banyak mengenalkan konsep Mahabbah melalui syai’ir-sya’irnya, terutama dalam Matsnawi dan Diwan-i Syam-I Tabriz.Sepanjang sejarahnya, konsep Cinta Ilahi (Mahabbatullah) yang diperkenalkan Rabi’ah ini telah banyak dibahas oleh berbagai kalangan.
Sebab, konsep dan ajaran Cinta Rabi’ah memiliki makna dan hakikat yang terdalam dari sekadar Cinta itu sendiri. Bahkan, menurut kaum sufi, Mahabbatullah tak lain adalah sebuah maqam (stasiun, atau jenjang yang harus dilalui oleh para penempuh jalan Ilahi untuk mencapai ridla Allah dalam beribadah) bahkan puncak dari semua maqam. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali misalnya mengatakan, “Setelah Mahabbatullah, tidak ada lagi maqam, kecuali hanya merupakan buah dari padanya serta mengikuti darinya, seperti rindu (syauq), intim (uns), dan kepuasan hati (ridla)”.
Rabi’ah telah mencapai puncak dari maqam itu, yakni Mahabbahtullah. Untuk menjelaskan bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Allah, tampaknya agak sulit untuk didefinisikan dengan kata-kata. Dengan kata lain, Cinta Ilahi bukanlah hal yang dapat dielaborasi secara pasti, baik melalui kata-kata maupun simbol-simbol.
Para sufi sendiri berbeda-beda pendapat untuk mendefinisikan Cinta Ilahi ini. Sebab, pendefinisian Cinta Ilahi lebih didasarkan kepada perbedaan pengalaman spiritual yang dialami oleh para sufi dalam menempuh perjalanan ruhaninya kepada Sang Khalik. Cinta Rabi’ah adalah Cinta spiritual (Cinta qudus), bukan Cinta al-hubb al-hawa (cinta nafsu) atau Cinta yang lain.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H) membagi Cinta menjadi empat bagian.Pertama, mencintai Allah. Dengan mencintai Allah seseorang belum tentu selamat dari azab Allah, atau mendapatkan pahala-Nya, karena orang-orang musyrik, penyembah salib, Yahudi, dan lain-lain juga mencintai Allah. Kedua, mencintai apa-apa yang dicintai Allah. Cinta inilah yang dapat menggolongkan orang yang telah masuk Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Manusia yang paling Cintai adalah yang paling kuat dengan cinta ini.Ketiga, Cinta untuk Allah dan kepada Allah. Cinta ini termasuk perkembangan dari mencintai apa-apa yang dicintai Allah.Keempat, Cinta bersama Allah. Cinta jenis ini syirik. Setiap orang mencintai sesuatu bersama Allah dan bukan untuk Allah, maka sesungguhnya dia telah menjadikan sesuatu selain Allah. Inilah cinta orang-orang musyrik.
Pokok ibadah, menurut Ibnu Qayyim, adalah Cinta kepada Allah, bahkan mengkhususkan hanya Cinta kepada Allah semata. Jadi, hendaklah semua Cinta itu hanya kepada Allah, tidak mencintai yang lain bersamaan mencintai-Nya. Ia mencintai sesuatu itu hanyalah karena Allah dan berada di jalan Allah.Cinta sejati adalah bilamana seluruh dirimu akan kau serahkan untukmu Kekasih (Allah), hingga tidak tersisa sama sekali untukmu (lantaran seluruhnya sudah engkau berikan kepada Allah) dan hendaklah engkau cemburu (ghirah), bila ada orang yang mencintai Kekasihmu melebihi Cintamu kepada-Nya. Sebuah sya’ir mengatakan:Aku cemburu kepada-Nya,Karena aku Cinta kepada-Nya,
Setelah itu aku teringat akan kadar Cintaku,Akhirnya aku dapat mengendalikan cemburukuOleh karena itu, setiap Cinta yang bukan karena Allah adalah bathil. Dan setiap amalan yang tidak dimaksudkan karena Allah adalah bathil pula. Maka dunia itu terkutuk dan apa yang ada di dalamnya juga terkutuk, kecuali untuk Allah dan Rasul-Nya

Rabiah Al Adawiyah

Tuhanku..


kalau aku mengabdi kepada-Mu karena takut akan api neraka,.... masukanlah aku ke dalam neraka itu ... dan besarkanlah tubuhku dalam neraka itu, hingga tidak ada tempat lagi di neraka itu buat hamba-hamba-Mu yang lain.

Dan jika aku menyembah-Mu karena berharap mendapatkan syurga, berikan syurga itu kepada hamba-hamba-Mu yang lain, sebab bagiku Engkau saja sudah cukup.

Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka berilah aku kesempatan untuk melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.

dunia dan akhirat




1.      MUKADDIMAH
Tak diragukan lagi bahwa siapapun ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini mendambakan ketenangan kedamaian kerukunan dan kesejahteraan. Namun di manakah sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
Sesungguhnya menurut ajaran Islam hanya iman yg disertai dgn amal shaleh yg dapat menghantarkan kita baik sebagai individu maupun masyarakat ke arah itu.
Barangsiapa yg mengerjakan amal shaleh baik laki-laki-laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yg baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dgn pahala yg lbh baik dari apa yg telah mereka kerjakan.” .
Dengan iman umat Islam generasi pendahulu mencapai kejayaan berhasil merubah keadaan duni dari kegelapan menjadi terang benderang. Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Para umara’ melaksanakan perintah Allah para ulama beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan rakyat saling tolong-menolong atas kebajikan dan kebaikan. Kalimatul Haq mereka junjung tinggi tiada yg mengikat antar mereka selain tali persaudaraan iman.
Namun setelah redup cahaya iman di hati kita lenyaplah nilai-nilai kebaikan diantara kita. Masyarakat kita pun menjadi masyarakat yg penuh dgn kebohongan kesombongan kekerasan individualisme keserakahan kerusakan moral dan kemungkaran.
Yang demikian itu adl krn sesungguhnya Allah sekali-kali tidak merubah sesuatu ni’mat yg telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum sehingga kaum itu merubah apa yg ada pada diri mereka sendiri?..” .
Maka apabila kita ingin mencapai apa yg telah dicapai para salaf apabila kita ingin mewujudkan apa yg telah dijanjikan oleh Allah SWT kepada para hambaNya yg beriman maka hendaklah kita memperbaharui iman dan melaksanakan apa yg menjadi konsekwensinya.
Dengan memohon ma’unah Allah makalah singkat ini mencoba menjelaskan beberapa hal yg berkaitan dgn topik tersebut di atas.
2.      PENGERTIAN IMAN
Iman secara etimologis berasal dari kata aamana - yu’minu berarti tasdiq yaitu membenarkan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah “Membenarkan dgn hati diucapkan dgn lisan dan dibuktikan dgn amal perbuatan.”
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dgn “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah .
Sahl bin Abdullah At-Tustari ketika ditanya tentang apakah sebenarnya iman itu beliau menjawab demikian “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa sunnatun.” Artinya Ucapan yg disertai dgn perbuatan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn Sunnah. Kata beliau selanjutnya “Sebab iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adl kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adl nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi dgn sunnah adl bid’ah.
Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati; bukan sekedar ikrar dgn lisan dan bukan sekedar amal perbuatan saja tapi hati dan jiwa kosong. Imam Hasan Basri mengatakan “Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi dgn ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yg terpatri dalam hati dan dibuktikan dgn amal perbuatan. bagian 1 hal. 18}.
3.      POSISI DAN KEDUDUKAN IMAN DALAM DIENUL ISLAM
Iman dalam Dienul Islam menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adl asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatanmanusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya.
Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yg artinya
Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yg beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yg artinya
Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dgn sungguh-sungguh sedang ia adl mu’min maka mereka itu adl orang-orang yg usahanya dibalasi dgn baik.”

Disebutkan dalam hadits dari Al-Bara’ ibn ‘Azib Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada seorang kafir datang dgn bertopeng sambil membawa sepotong besi kemudian memohon kepada Rasulullah SAW agar diperkenankan pergi bersama kaum Muslimin untuk ikut berperang. Maka beliau bersabda kepadanya
Masuklah Islam kemudian pergilah berperang!” Lalu iapun masuk Islam dan ikut pergi berperang sehingga terbunuh. Nabi SAW bersabda “Dia beramal sedikit tetapi dibalas dengan pahala yg banyak.” .

Disebutkannya iman dalam Al-Qur’an lbh dari 840 kali1 tiada lain menunjukkan posisi dan kedudukannya dalam Islam menurut Allah SWT.
4.      KORELASI ANTARA IMAN DAN ISLAM
Iman dan Islam adl dua sejoli yg tidak boleh dipisahkan. Kedua-duanya ibarat dua sisi uang logam. Tidak ada Iman tanpa Islam dan tidak ada Islam tanpa Iman. Tetapi dgn demikian bukan berarti Islam itu adl Iman dan Iman adl Islam.
Iman apabila disebutkan bersama-sama dgn Islam maka menunjukkan kepada hal-hal batiniah; seperti Iman kepada Allah SWT iman kepada Malaikat iman kepada hari akhir dan seterusnya. Dan Islam apabila disebutkan bersama-sama dgn Iman maka menunjukkan kepada hal-hal lahiriah; seperti Syahadat shalat puasa dan seterusnya. Dasarnya Al-Hujurat 14; Hadits Jibril riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Namun Iman apabila disebutkan tersendiri tanpa dgn Islam maka mencakup pengertian Islam dan tidak terlepas darinya; krn iman menurut definisinya adalah Keyakinan ucapan dan perbuatan. Demikian pula Islam apabila disebutkan tersendiri tanpa dgn Iman maka mencakup pengertian Iman dan tidak boleh dipisahkan darinya. Karena Islam pada hakekatnya yaitu Berserah diri lahir dan batin kepada Allah SWT dgn mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dasarnya Al-Anfal 2 - 3 Al-Mu’minun 1 - 9 dan Al-Imran 19 85.
5.      KONSEKWENSI DAN CIRI-CIRI IMAN
Segala pengakuan ada konsekwensinya dan mempunyai ciri-ciri yg menunjukkan kebenarannya. Demikian pula iman. Adapun konsekwensi dan ciri-cirinya antara lain
a.       Mempercayai segala yg datang dari Allah SWT dgn yakin tanpa ragu-ragu lagi.
b.      Mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melebihi dari yg lain.
c.       Patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
d.      Senantiasa berhukum kepada syariat-Nya.
e.       Amar Ma’ruf - Nahi Munkar.
f.       Berda’wah dan Jihad di jalan Allah SWT.
g.      Walaa’ kepada kaum Mu’minin dan Baraa’ terhadap orang-orang kafir.
h.      Ridha kepada segala takdir-Nya.

Bersambung…

fatihah 1-7








بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِين
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ                         
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ                 
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيم
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ 

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
4. Yang menguasai[4] di hari Pembalasan[5].
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan[7].
6. Tunjukilah[8] Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]

[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang Ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah Senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
[2] Alhamdu (segala puji). memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatannya yang baik. lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.
[3] Rabb (tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati yang Memiliki, mendidik dan Memelihara. Lafal Rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah). 'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. Allah Pencipta semua alam-alam itu.
[4] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.
[5] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.
[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik.
[9] Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

Powered by Blogger